Allah itu Murah Hati tetapi TIDAK Murahan

 

oleh

Rm. Yudel Neno, Pr

Paskah: Tuhan Lewat karena Darah

Paskah berasal dari kata Pesah yang berarti “Tuhan lewat”. Dalam konteks Keluaran 12:13, Tuhan memerintahkan bala tentara-Nya untuk membinasakan setiap anak sulung di Mesir, namun Ia melewati rumah-rumah yang ditandai dengan darah anak domba. Dalam terang itu, Jumat menjadi Agung bukan karena label liturgis semata, tetapi karena Agung dan Bernasnya pengorbanan Sang Soko Guru—Yesus Kristus. Keagungan Jumat Agung bukan soal hari tertentu, tetapi karena Agungnya Hati Allah yang rela mengorbankan Putra-Nya demi keselamatan umat manusia.

Kemenangan Salib: Bukan Soal Prestasi, tetapi Rendah Hati

Itulah sebabnya dikatakan: tiada kemenangan tanpa Salib. Mengapa? Karena kemenangan Salib bukan perkara prestasi, kuasa, pengaruh, pendidikan, atau kedudukan. Salib justru bicara tentang kerendahan hati—itulah inti dari kenosis (Filipi 2:6–8), yaitu tindakan Allah yang tahu dan mau merendahkan diri-Nya sendiri, bukan karena Ia murahan, tetapi karena manusia terlalu berharga untuk dijangkau hanya dengan kekuatan dan kemuliaan.

Seperti tertulis dalam 1 Korintus 1:25:

“Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya daripada manusia, dan yang lemah dari Allah lebih kuat daripada manusia.” (Rumus teologis: Bodoh menurut Allah = Hikmat tertinggi bagi manusia yang rendah hati.)

Salib: Titik Terendah yang Dikehendaki Allah

Kemenangan Salib bukan soal mencari kebebasan individualistik atau superioritas intelektual. Kemenangan Salib adalah tentang Allah yang sengaja memilih jalan kerendahan, jalan kehinaan yang tampak bodoh bagi dunia. Maka tidak heran jika orang Yahudi menganggap Salib sebagai sandungan dan orang Yunani menganggapnya sebagai kebodohan (1 Korintus 1:23). Namun demikian, Salib tidak pernah menjadi kemunduran iman, melainkan puncak dari solidaritas ilahi terhadap manusia.

Kubur Kosong: Bukti Kasih yang Tak Tertelan Tanah

Kubur tidak akan kosong jika Salib tidak dipikul. Kubur adalah tanda kemanusiaan sejati: bahwa Putra harus kembali ke tanah (bdk. Kejadian 3:19). Namun karena Salib adalah tanda kasih—kasih antara Allah dan manusia dalam kesetiakawanan ilahi (perichoresis)—maka tanah tidak mampu menahan tubuh Sang Putra. Kubur tidak dapat menelan kasih yang kekal, sebab tanah tempat Yesus dimakamkan adalah ciptaan Bapa-Nya. Dan tak mungkin hati seorang Bapa membiarkan ciptaan-Nya menelan Putra-Nya yang dikasihi.

Maka kubur kosong bukan omong kosong. Ia adalah tanda kemanusiaan Yesus dan sekaligus tanda transendensi Allah yang Mahakuasa.

Salib: Allah Menang karena Ia Memilih Mengangkat Manusia

Pada akhirnya, Salib adalah kemenangan bukan karena Allah membela subjektivitas-Nya, tetapi karena Ia memenangkan manusia. Allah menunjukkan bahwa murah hati bukan berarti murahan. Ia tidak turun karena tidak punya pilihan, tetapi karena kasih-Nya terlalu besar untuk dibiarkan berdiam di surga. Dalam Yesus Kristus, Allah menebus manusia bukan dari kejauhan, tetapi dari kedalaman luka dan kehinaan—agar manusia dimenangkan dengan harga darah, bukan dengan kata-kata kosong.

KPK Sigap -Red- Yuven

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *